- Daun Jati ( Biasanya untuk pembungkus penjual barang kebutuhan sehari – hari orang sekitar tersebut). Disamping untuk pembungkus penjual, daun jati digunakan untuk membungkus tempe kedelai,nasi jagung yang di jual, dsb.
- Ranting kayu jati yang sudah jatuh ( Digunakan sekitar penduduk untuk bahan bakar dapur)
- Bongkol kayu jati ( Biasanya digunakan untuk bahan pembuatan arang kayu)
Seiring dengan perkembangan dilapangan dan Negara waktu reformasi, idaman masyarakat sekitar yang sudah lama untuk memanfaatkan kayu jati yang dekat dengan pemukimannya sudah tidak terbendung lagi.
Reformasi membuat pola pikir menjadi lebih bebas…dimana hutan tidak hanya milik Negara, tetapi Hutan sudah milik Rakyat. Anggapan ini dimulai dari issue dari mantan pemimpin kita mengakatakan “hutan milik rakyat”. Dengan asumsi tersebut penduduk sekitar beramai-ramai memanfaatkan pohon kayu jati di sekitarnya.
Banyak penebangan pohon kayu jati yang tidak mengikuti kaedah penebangan pohon, misalkan saja usia pohon kayu , diameter kayu, letak pohon (penopang longsor). Namun pola pikir mereka harus dapat sebanyak mungkin, hal ini tentunya sudah di idam-idamkan sejak lama dan baru saat reformasi inilah kesampaian.
Aparat keamanan pada saat itu tidak mampu membendung kemauan warga, seolah dibiarkan. Atau ada kerjasama juga? (positif thinking aja…:D). Dengan adanya penjarahaan kayu jati, membuat kreatifitas muncul, perekonomian sekitar meningkat.
Mau dikata apalagi, penjarahan kayu jati sudah memprihatinkan pada saat itu. Hutan menjadi gundul, daerah sekitar menjadi panas, air saat kemarau menjadi sulit.
Namun tidak semua kawasan hutan menjadi object penjarahan. Misalkan saja object wisata jati alam di “ Gubuk Payung” daerah Temengeng masih utuh sampai sekarang.
No comments:
Post a Comment